Day 14: Di Kota-kota Inilah Saya Pernah Tinggal
Halo, di hari ke-14 ini rasanya kok saya susah buat nulis tema hari ini tentang Zodiak. Mmm, saya nggak terlalu percaya sama hal ramalan bintang seperti itu jadi agak susah menulisnya di sini jadi saya ambil tema pengganti yaitu Kota-kota yang Pernah Kamu Tinggali.
Oke, langsung aja ya. Saya bukanlah tipe orang yang suka berpetualang. Kalo sudah tinggal di suatu kota susah move on. Terlanjur nyaman kali ya? Keinginan manusia beda dengan kehendak Tuhan. Saya harus pindah dua kali. Pertama saya harus meninggalkan Kroya, kota kecamatan di mana saya dibesarkan dan seluk beluk Kroya yang memang kecil saya tahu.
Di Kroya, saya cukup berjalan kaki jika ingin berbelanja ke toko paling besar yaitu Jadi Baru. Mau beli alat tulis, tinggal menyeberang jalan. Pengen bikin usaha mandiri bisa banget! Karena letak rumah ada di pinggir jalan, toko sudah ada tinggal mengisi dagangan aja.
Kalo perlu belanja nggak perlu diantar pake motor cukup jalan sebentar saja bisa. Mau ke bank dekat, ke pasar dekat, ke gereja dekat. Saya baru merasakan betapa nyamanya tinggal di Kroya setelah pindah ke Jogja. Maklum saya nggak berani naik motor. Jadi kemana-mana jalan kaki. Kalo tinggal di Kroya nggak masalah. Semua bisa dijangkau dengan jalan kaki, kalo mau bersepeda.
Tapi saya harus pindah bersama mama dan kakak ke Purwokerto. Di sana kami harus merintis kembali kehidupan dari awal. Puji Tuhan tempat tinggal punya sendiri jadi kami tidak pusing dengan bayar uang sewa rumah. Di awali dengan berdagang bakpia dari rumah ke rumah, dari kantor ke kantor waktu itu belum kenal sama media sosial apapun, masih gaptek banget!
Di Purwokerto satu-satunya toko yang terdekat adalah A***mart, tukang fotokopian ada, warung makan juga banyak dekat rumah. Hanya kalo mau ke pasar harus naik motor, ke gereja harus naik motor, belanja juga harus naik motor. Di sinilah saya mulai belajar untuk bersabar untuk pergi naik motor (meski masih membonceng) dan belajar bersyukur menerima keadaan yang kadang untuk mencari penghasilan sulit. Kami harus berusaha, harus jualan supaya tetap bertahan. Belajar menabung juga. Jika di Kroya kami tidak menabung, di Purwokerto yang hidupnya lebih sulit kami malah bisa menyisihkan pendapatan kami.
Beberapa tahun berlalu, kami berhasil menjadikan 2 kamar untuk disewakan. Dari uang tabungan kami membuka warung makan. Di situlah kami bisa makin dekat dengan Tuhan.
Dua tahun warung dibuka, saya mendapat anugerah bisa menikah dengan suami saya sekarang. Saya pindah mengikuti di mana suami tinggal. Di sinilah saya sekarang, kota Yogyakarta. Bukan kota yang asing buat saya karena dari sinilah nenek dan mama saya berasal. Dikatakan "kembali ke Jogja", tidak tepat juga karena saya lebih cenderung berkata jika saya ini orang Purwokerto, kota Ngapak. Tapi jangan harap mendengar logat ngapak yang kental dari saya, karena bahasaku malah cenderung nggak ada logatnya, ha, ha.
Di Jogja ke mana-mana harus naik kendaraan. Jaraknya juga makin jauh, jika di Purwokerto hanya butuh 15 menit ke gereja, di Jogja minimal 30 menit baru sampai itu pun kalo tidak macet. Ke A***mart terdekat minimal 15 menit. Puji Tuhan sekarang ke mana-mana ada driver online yang siap mengantar jika dibutuhkan.
Bahagiakah saya di kota ini? Hmm, saya bersyukur saja karena di mana Tuhan tempatkan saya, di situ juga berkat Tuhan ada untuk saya. Bersyukur membuat hati menjadi senang dan damai.
Akankah saya pindah lagi ke kota lain? Entahlah. Cuma dulu sempat kepengen tinggal di Semarang atau Solo. Mungkinkah itu jadi kota yang saya tinggali selanjutnya?
Nggak ada yang tahu.
Oke, langsung aja ya. Saya bukanlah tipe orang yang suka berpetualang. Kalo sudah tinggal di suatu kota susah move on. Terlanjur nyaman kali ya? Keinginan manusia beda dengan kehendak Tuhan. Saya harus pindah dua kali. Pertama saya harus meninggalkan Kroya, kota kecamatan di mana saya dibesarkan dan seluk beluk Kroya yang memang kecil saya tahu.
Kalo perlu belanja nggak perlu diantar pake motor cukup jalan sebentar saja bisa. Mau ke bank dekat, ke pasar dekat, ke gereja dekat. Saya baru merasakan betapa nyamanya tinggal di Kroya setelah pindah ke Jogja. Maklum saya nggak berani naik motor. Jadi kemana-mana jalan kaki. Kalo tinggal di Kroya nggak masalah. Semua bisa dijangkau dengan jalan kaki, kalo mau bersepeda.
Tapi saya harus pindah bersama mama dan kakak ke Purwokerto. Di sana kami harus merintis kembali kehidupan dari awal. Puji Tuhan tempat tinggal punya sendiri jadi kami tidak pusing dengan bayar uang sewa rumah. Di awali dengan berdagang bakpia dari rumah ke rumah, dari kantor ke kantor waktu itu belum kenal sama media sosial apapun, masih gaptek banget!
Di Purwokerto satu-satunya toko yang terdekat adalah A***mart, tukang fotokopian ada, warung makan juga banyak dekat rumah. Hanya kalo mau ke pasar harus naik motor, ke gereja harus naik motor, belanja juga harus naik motor. Di sinilah saya mulai belajar untuk bersabar untuk pergi naik motor (meski masih membonceng) dan belajar bersyukur menerima keadaan yang kadang untuk mencari penghasilan sulit. Kami harus berusaha, harus jualan supaya tetap bertahan. Belajar menabung juga. Jika di Kroya kami tidak menabung, di Purwokerto yang hidupnya lebih sulit kami malah bisa menyisihkan pendapatan kami.
Beberapa tahun berlalu, kami berhasil menjadikan 2 kamar untuk disewakan. Dari uang tabungan kami membuka warung makan. Di situlah kami bisa makin dekat dengan Tuhan.
Dua tahun warung dibuka, saya mendapat anugerah bisa menikah dengan suami saya sekarang. Saya pindah mengikuti di mana suami tinggal. Di sinilah saya sekarang, kota Yogyakarta. Bukan kota yang asing buat saya karena dari sinilah nenek dan mama saya berasal. Dikatakan "kembali ke Jogja", tidak tepat juga karena saya lebih cenderung berkata jika saya ini orang Purwokerto, kota Ngapak. Tapi jangan harap mendengar logat ngapak yang kental dari saya, karena bahasaku malah cenderung nggak ada logatnya, ha, ha.
Di Jogja ke mana-mana harus naik kendaraan. Jaraknya juga makin jauh, jika di Purwokerto hanya butuh 15 menit ke gereja, di Jogja minimal 30 menit baru sampai itu pun kalo tidak macet. Ke A***mart terdekat minimal 15 menit. Puji Tuhan sekarang ke mana-mana ada driver online yang siap mengantar jika dibutuhkan.
Bahagiakah saya di kota ini? Hmm, saya bersyukur saja karena di mana Tuhan tempatkan saya, di situ juga berkat Tuhan ada untuk saya. Bersyukur membuat hati menjadi senang dan damai.
Akankah saya pindah lagi ke kota lain? Entahlah. Cuma dulu sempat kepengen tinggal di Semarang atau Solo. Mungkinkah itu jadi kota yang saya tinggali selanjutnya?
Nggak ada yang tahu.
#BPN30daychallenge2018,#bloggerperempuan,
0 Komentar
Terima kasih telah berkunjung ke Catatan Yustrini. Silakan meninggalkan komentar. Mohon maaf komentar yang masuk akan melewati tahap moderasi terlebih dahulu, spam, iklan dan yang mengandung link hidup akan saya hapus.