[Cerpen] Baju Tunik untuk Nanda
Vero mengayuh sepedanya cepat-cepat, ia sudah terlambat untuk membantu pamannya berjualan di Pasar Sore Ramadhan. Jika bulan puasa tiba, paman Tony selalu membuka lapak aneka lauk pauk di gang depan rumahnya. Meski gang itu cukup kecil dan tidak bisa dilalui mobil tetapi selalu ramai dengan para pedagang dan pembeli saat menjelang buka puasa.
"Maaf, Paman. Vero terlambat, tadi harus membantu mama untuk mengantarkan pesanan cake ke rumah Tante Ana," kata Vero begitu ia sampai di depan rumah paman.
"Nggak papa, Ver! Ayo, lekas bantu Paman menata lauk pauk ini di meja!" seru Paman Tony.
Vero segera mengerjakan tugasnya dengan sigap. Ia senang membantu adik mamanya itu berjualan. Barang dagangannya adalah masakan Tante Hana, istri Paman Tony. Sebagai imbalan, ia akan mendapat upah per hari. Biasanya upah itu ia kumpulkan untuk membeli alat tulis dan ditabung. Namun, di tahun ini ia akan gunakan untuk membelikan hadiah lebaran buat sahabatnya, Nanda. Mereka adalah teman sepermainan sejak masih TK sampai keduanya duduk di bangku SMA yang sama. Walau keduanya beda keyakinan, tapi saling menghormati aktivitas keagamaan masing-masing.
Bahkan Nanda pernah membantu Vero menyiapkan acara Natal di sekolahnya. Sebaliknya, Vero juga sering membantu Nanda dan mamanya menyiapkan masakan untuk para tamu di hari raya Idul Fitri.
Bagi Vero, moment lebaran adalah masa yang indah. Ia bisa merasakan kedamaian saat melihat sahabatnya dan para pemeluk agama Islam beribadah puasa. Banyak yang berlomba-lomba melakukan kebaikan. Terlebih, pamannya mendapatkan pemasukan lebih banyak dari hari-hari biasanya.
Musim lebaran memang mengalirkan banyak rejeki bagi banyak orang, pedagang baju, pedagang makanan, tukang parkir, pegawai toko menuai lebih banyak penghasilan di bulan penuh berkah ini. Semua bergembira merayakannya.
Dua minggu setelah Vero membantu Paman Tony berjualan, ia pergi ke toko baju. Matanya tiba-tiba tertuju kepada seorang anak yang berpakaian kumal sedang berdiri di depan toko. Anak itu tidak berani masuk, hanya mengamati sebuah baju tunik anak-anak yang terpajang.
Vero menghampiri anak itu, "halo, Dik! Nama kamu siapa?"
"Namaku Tia," jawabnya.
"Kamu mau membeli baju juga?"
Tia tidak bergeming, ia terlihat ragu-ragu menatap wajah Vero. Di tangannya tergenggam uang yang juga terlihat kumal. Akhirnya Vero mengambil salah satu baju tunik dan menempel-nempelkan ke anak itu.
"Wah, yang ini terlihat cocok sekali untukmu," ujarnya.
Anak itu tersenyum bahagia melihat bajunya terlihat pas di badannya.
"Kamu mau pakai baju ini untuk lebaran?" Tanya Vero. Anak itu mengangguk. Ia memperlihatkan semua uangnya kepada Vero.
"Ini uang tabunganku, Kak! Tapi kelihatannya masih belum cukup membeli baju itu," katanya sedih. Ia mengembalikan baju itu.
"Eh, kamu belum menghitung kembali uangnya lho!" Vero segera menahan anak itu untuk pergi. Dibantunya anak itu menghitung uangnya dan diam-diam Vero menyelipkan sebagian uangnya, agar menjadi cukup untuk membayar baju yang diinginkan anak itu.
"Mbak, baju ini berapa harganya?" Tanya Vero.
"Oh, yang itu masih diskon. Harganya jadi 85 ribu saja," jawab pramuniaga toko.
"Oke, saya beli yang ini. Tolong dibungkuskan untuk anak ini," Vero segera memberikan semua uang milik anak itu. Dan menambahkan sedikit uangnya.
"Dik, uangmu masih tersisa 30 ribu lho!"
Anak itu ternganga tak percaya bahwa ia sekarang sudah bisa membeli baju tunik dan masih memiliki beberapa lembar uang lagi. Ia tersenyum lebar.
"Aku masih bisa beli lontong sate untuk adik dan ibuku," katanya senang.
Vero ikut tersenyum. Tiba-tiba seorang ibu dengan membawa anak kecil datang menghampiri mereka. Ibu itu mungkin salah satu pedagang keliling di daerah itu, ia terlihat khawatir terhadap anaknya.
"Sudah ibu bilang kamu jangan meminta belas kasihan sama orang lain! Kalau ibu sudah punya cukup uang tentu kamu akan ibu belikan baju baru!" Anak itu terdiam sambil menatap Vero.
"Maaf Bu, saya tidak membelikan anak ibu. Saya hanya membantu dia untuk menghitung kembali uangnya, dan ternyata cukup untuk membeli baju baru. Bahkan uang yang tadi sisa banyak. Ia pasti rajin sekali menabung," ujar Vero.
Ibu tadi tidak jadi memarahi anaknya. Ia terharu sambil memeluk anaknya. Sambil mengucapkan terima kasih pada Vero berkali-kali.
Setelah mereka pergi, Vero kembali sibuk memilih baju tunik tapi tak lama niat itu diurungkannya. Ia harus kembali membantu mama menyiapkan pesanan besok pagi. Lagipula, ia kini tak memiliki uang yang cukup untuk membelikan Nanda sebuah baju tunik.
Hari itu, Vero mengayuh sepedanya dengan lebih santai dan bisa tiba di rumah Paman Tony lebih pagi. Sekolah sudah mulai meliburkan murid-muridnya jelang Idul Fitri.
"Ver, gimana sudah beli baju tunik untuk Nanda?" Tanya Tante Hana.
Vero menggeleng lemah. Ia tak punya waktu lagi untuk berdesak-desakkan memilih baju tunik di toko baju. Apalagi kini, pesanan mama makin banyak. Ia harus berbagi waktu untuk berjualan di sore hari dan membantu mama di malam hari. Sementara pagi hari ia gunakan untuk mengantar pesanan kue kering ke rumah-rumah. Pokoknya ia sibuk sekali jika sudah menjelang hari raya.
"Nggak ada waktu lagi Tante, semua toko kini ramai. Jalanan ramai. Kerjaan makin hari makin bertambah, mana ada waktu pergi shopping?"
Tante Hana tertawa, "Vero, Vero! kamu kayak hidup di jaman purbakala aja. Sekarang kan tinggal pencet smartphone langsung tunggu aja barangnya di rumah. Selesai."
"Iya juga ya Te, kenapa tidak kepikiran dari kemarin?" Vero menepuk jidatnya. Ia membuka aplikasi belanja online di smartphone-nya.
"Dapat!" Serunya beberapa saat kemudian.
"Yeay akhirnya lebaran jadi juga," ia bersorak gembira.
Image: Terminal Fashion |
"Maaf, Paman. Vero terlambat, tadi harus membantu mama untuk mengantarkan pesanan cake ke rumah Tante Ana," kata Vero begitu ia sampai di depan rumah paman.
"Nggak papa, Ver! Ayo, lekas bantu Paman menata lauk pauk ini di meja!" seru Paman Tony.
Vero segera mengerjakan tugasnya dengan sigap. Ia senang membantu adik mamanya itu berjualan. Barang dagangannya adalah masakan Tante Hana, istri Paman Tony. Sebagai imbalan, ia akan mendapat upah per hari. Biasanya upah itu ia kumpulkan untuk membeli alat tulis dan ditabung. Namun, di tahun ini ia akan gunakan untuk membelikan hadiah lebaran buat sahabatnya, Nanda. Mereka adalah teman sepermainan sejak masih TK sampai keduanya duduk di bangku SMA yang sama. Walau keduanya beda keyakinan, tapi saling menghormati aktivitas keagamaan masing-masing.
Bahkan Nanda pernah membantu Vero menyiapkan acara Natal di sekolahnya. Sebaliknya, Vero juga sering membantu Nanda dan mamanya menyiapkan masakan untuk para tamu di hari raya Idul Fitri.
Bagi Vero, moment lebaran adalah masa yang indah. Ia bisa merasakan kedamaian saat melihat sahabatnya dan para pemeluk agama Islam beribadah puasa. Banyak yang berlomba-lomba melakukan kebaikan. Terlebih, pamannya mendapatkan pemasukan lebih banyak dari hari-hari biasanya.
Musim lebaran memang mengalirkan banyak rejeki bagi banyak orang, pedagang baju, pedagang makanan, tukang parkir, pegawai toko menuai lebih banyak penghasilan di bulan penuh berkah ini. Semua bergembira merayakannya.
* * *
Vero menghampiri anak itu, "halo, Dik! Nama kamu siapa?"
"Namaku Tia," jawabnya.
"Kamu mau membeli baju juga?"
Tia tidak bergeming, ia terlihat ragu-ragu menatap wajah Vero. Di tangannya tergenggam uang yang juga terlihat kumal. Akhirnya Vero mengambil salah satu baju tunik dan menempel-nempelkan ke anak itu.
"Wah, yang ini terlihat cocok sekali untukmu," ujarnya.
Anak itu tersenyum bahagia melihat bajunya terlihat pas di badannya.
"Kamu mau pakai baju ini untuk lebaran?" Tanya Vero. Anak itu mengangguk. Ia memperlihatkan semua uangnya kepada Vero.
"Ini uang tabunganku, Kak! Tapi kelihatannya masih belum cukup membeli baju itu," katanya sedih. Ia mengembalikan baju itu.
"Eh, kamu belum menghitung kembali uangnya lho!" Vero segera menahan anak itu untuk pergi. Dibantunya anak itu menghitung uangnya dan diam-diam Vero menyelipkan sebagian uangnya, agar menjadi cukup untuk membayar baju yang diinginkan anak itu.
"Mbak, baju ini berapa harganya?" Tanya Vero.
"Oh, yang itu masih diskon. Harganya jadi 85 ribu saja," jawab pramuniaga toko.
"Oke, saya beli yang ini. Tolong dibungkuskan untuk anak ini," Vero segera memberikan semua uang milik anak itu. Dan menambahkan sedikit uangnya.
"Dik, uangmu masih tersisa 30 ribu lho!"
Anak itu ternganga tak percaya bahwa ia sekarang sudah bisa membeli baju tunik dan masih memiliki beberapa lembar uang lagi. Ia tersenyum lebar.
"Aku masih bisa beli lontong sate untuk adik dan ibuku," katanya senang.
Vero ikut tersenyum. Tiba-tiba seorang ibu dengan membawa anak kecil datang menghampiri mereka. Ibu itu mungkin salah satu pedagang keliling di daerah itu, ia terlihat khawatir terhadap anaknya.
"Sudah ibu bilang kamu jangan meminta belas kasihan sama orang lain! Kalau ibu sudah punya cukup uang tentu kamu akan ibu belikan baju baru!" Anak itu terdiam sambil menatap Vero.
"Maaf Bu, saya tidak membelikan anak ibu. Saya hanya membantu dia untuk menghitung kembali uangnya, dan ternyata cukup untuk membeli baju baru. Bahkan uang yang tadi sisa banyak. Ia pasti rajin sekali menabung," ujar Vero.
Ibu tadi tidak jadi memarahi anaknya. Ia terharu sambil memeluk anaknya. Sambil mengucapkan terima kasih pada Vero berkali-kali.
Setelah mereka pergi, Vero kembali sibuk memilih baju tunik tapi tak lama niat itu diurungkannya. Ia harus kembali membantu mama menyiapkan pesanan besok pagi. Lagipula, ia kini tak memiliki uang yang cukup untuk membelikan Nanda sebuah baju tunik.
* * *
Hari itu, Vero mengayuh sepedanya dengan lebih santai dan bisa tiba di rumah Paman Tony lebih pagi. Sekolah sudah mulai meliburkan murid-muridnya jelang Idul Fitri.
"Ver, gimana sudah beli baju tunik untuk Nanda?" Tanya Tante Hana.
Vero menggeleng lemah. Ia tak punya waktu lagi untuk berdesak-desakkan memilih baju tunik di toko baju. Apalagi kini, pesanan mama makin banyak. Ia harus berbagi waktu untuk berjualan di sore hari dan membantu mama di malam hari. Sementara pagi hari ia gunakan untuk mengantar pesanan kue kering ke rumah-rumah. Pokoknya ia sibuk sekali jika sudah menjelang hari raya.
"Nggak ada waktu lagi Tante, semua toko kini ramai. Jalanan ramai. Kerjaan makin hari makin bertambah, mana ada waktu pergi shopping?"
Tante Hana tertawa, "Vero, Vero! kamu kayak hidup di jaman purbakala aja. Sekarang kan tinggal pencet smartphone langsung tunggu aja barangnya di rumah. Selesai."
"Iya juga ya Te, kenapa tidak kepikiran dari kemarin?" Vero menepuk jidatnya. Ia membuka aplikasi belanja online di smartphone-nya.
"Dapat!" Serunya beberapa saat kemudian.
"Yeay akhirnya lebaran jadi juga," ia bersorak gembira.
* * *
Lebaran telah tiba.
"Maafin ya, semua salah Vero sama Nanda," ujar Vero.
"Nanda juga sama, minta maaf sama Vero. Banyak bikin salah sama Vero," balas Nanda.
Vero memberikan sebuah bingkisan untuk Nanda.
"Wah, apa ini?" Nanda terkejut menerima pemberian dari Vero.
"Isinya bukan paket sembako, kan? hi, hi, hi..." Ujarnya lagi sambil meraba-raba bingkisan cantik itu.
"He, he, bukanlah. Nanda, masa iya aku ngasih kamu sembako," sahut Vero geli.
Nanda membuka bingkisan itu, ia langsung membisikkan alhamdulilah, "cantik sekali Ver! Aku baru pengen baju model gini, deh!"
Vero tersenyum bahagia, ia senang sekali bisa membahagiakan sahabatnya itu.
* * *
0 Komentar
Terima kasih telah berkunjung ke Catatan Yustrini. Silakan meninggalkan komentar. Mohon maaf komentar yang masuk akan melewati tahap moderasi terlebih dahulu, spam, iklan dan yang mengandung link hidup akan saya hapus.