[ Sebuah Fiksi ] Wajah yang Mirip
Sebuah fiksi oleh Yustrini
Wajah yang Mirip
Pukul 18:30
“Vannes, jaga rumah baik-baik ya!” pesan mama sebelum keluar bersama Kak Vira dan papa. Mereka semua akan pergi ke sebuah pesta ulang tahun teman kantor papa.
“Yakin Nes nggak ikut ke pesta?” tanya Kak Vira terlihat cemas.
Aku tersenyum menggeleng, "malas Kak, ketemu Rico anak Om Farid yang rese itu,” jawabku sekenanya. Tak tahu harus memberikan alasan apa, aku tidak suka berada di keramaian. Terlebih dalam pesta, aku harus rajin tersenyum dan sedikit berbasa-basi.
Satu jam setelah papa, mama dan Kak Vira pergi, hujan turun begitu lebatnya. Sesekali petir menggelegar. Aku jadi agak menyesal kenapa nggak ikut tadi. Setidaknya ada yang menemaniku dalam satu ruangan.
Tok...tok...tok.
Duh, siapa sih yang malam-malam begini bertamu? Hujan-hujan lagi? Aku segera membuka pintu.
Seorang gadis menggigil kedinginan berdiri di muka pintu. Bajunya basah kuyup. Sepintas aku merasa aneh.
“Permisi Kak, namaku Nadira. Bolehkah aku menumpang di rumah ini?” katanya dengan wajah yang sangat memperihatinkan.
“Oh, ya, ya. Tentu saja, silakan masuk!” Aku membuka pintu lebih lebar mengijinkannya masuk.
Nadira tersenyum bahagia, ' aku sudah mendapat rumah' sepintas aku mendengarnya berbisik.
"Apa katamu?"
"Maaf, maksudku dari beberapa rumah yang kuketuk pintunya, sedari tadi tidak ada yang mau membukakan pintu. Hanya kau saja, " kata Nadira sambil masih berdiri di dekat pintu.
"Sebentar," aku berlari mengambil handuk dan baju kering.
“Terimakasih,” katanya sambil menerima secangkir teh hangat yang baru kubuat. Ia sudah ganti baju dengan baju hangatku.
* * *
“Nadira mirip sekali sama Vannes,” ujar Kak Vira saat kami berkumpul di ruang TV sambil menikmati teh dan kue buatan mama.
“Iya! Tadi mama sempat keliru manggil Nadira dengan nama Vannes,” mama menimpali.
Sudah dua hari satu malam Nadira tinggal di rumah ini. Dia seumuran aku, tubuhnya tinggi kecil wajah kami mirip, Orang serumah bilang kami seperti saudara kembar. Aku sih, senang-senang saja Nadira tinggal di rumahku.
“Kamu nggak kangen sama keluargamu?” tanyaku.
Nadira menunduk sedih, “sangat! Aku rindu sama semua orang...” airmatanya menetes.
“Ingin sekali pulang namun aku takut...” matanya terpejam.
“Kamu takut mereka marah karena kamu kabur dari rumah kan? Tenang besok kami akan mengantarmu pulang, Tante yakin mereka pasti juga kangen sama kamu.” hibur mama sambil mengelus rambut Nadira.
* * *
“Nad, tolong gantiin aku pergi ke pesta ulangtahun Farrel ntar malam,” kataku pada Nadira esok harinya.
“Tapi Nes, aku takut ketahuan," Nadira menolak.
“Enggak bakal, dijamin deh! Kalo aku dandanin kamu dan pakai baju pesta aku nggak ada yang tahu. Kamu kan mirip banget sama aku,” bujukku.
Kemiripan kami nyaris 99% sama, dari wajah, rambut, tinggi badan, bahkan tindak-tanduk kami. Inilah yang membuat anggota keluargaku jadi sering keliru membedakan kami.
“Please,” aku terus memohon. Terpaksa cara ini kutempuh karena mama dan papa serius mengancam akan memotong uang saku aku kalo nggak ikut kali ini.
“Rekan kerja Papa ingin melihat anak Papa yang bungsu,” kata papa.
“Eh, anak teman papa itu cakep lho Nes! Lumayan kan dapet kenalan cowok keren...” bujuk Kak Vira.
“Ihh, kakak genit!” sahutku kesal.
Hampir semalaman mereka bujuk aku terus untuk ikut. Yang kak Vira maksud itu pasti Farrel, apa asyiknya coba kenalan sama cowok manja kayak dia. Bisanya cuma jadi bos di kelas. Huh! Mentang-mentang anak orang kaya! Seenaknya!
“Iya deh Nes, tapi kalo ketahuan nanti kamu yang tanggung ya!” Kata Nadira setelah mendengar betapa menderitanya aku nanti di pesta.
“Apa? Kamu jadian 'ma Farrel?” Pulang dari pesta Nadira membawa berita yang buat aku syok!
“Apa aku buat kesalahan?” tanya Nadira polos.
“Iya!” jawabku tegas.
Mataku berputar-putar gemas. Apa coba yang bisa disukai dari Farrel? Dia bossy banget, bisa-bisa aku lebih jadi pembantunya daripada jadi pacar dia. Dan tadi Nadira terima Farrel jadi pacarnya dengan status jadi Vannes itu artinya...
“Aduh gimana nih? Pasti Farrel udah update status dimana-mana dan semua orang pasti udah tahu soal ini,” ujarku panik.
“Maafin aku, Nes! Aku nggak bisa nolak tadi. Nggak tega sama Farrel.”
“Oya, Nad. Aku punya ide!”
“Kamu yakin akan melakukan ini?” tanya Nadira.
“Iya,” aku mengacungkan jempol. Aku sudah memakai baju milik Nadira saat ia datang pertama kali ke rumah.
“Hati-hati ya Vannes!”
“Stt, jangan sebut namaku keras-keras, ingat mulai sekarang namaku Nadira dan kamu Vannes. Ok?” aku mengulurkan jari kelingking dan Nadira menyambutnya.
“Ok!”
Sekarang aku bersiap meninggalkan rumahku menuju rumah Nadira dengan diantar oleh keluargaku. Fuuh! Kuhembuskan napas kuat-kuat. Beratnya pergi ke rumah orang lain untuk tinggal disana. Sabar Vannes ini cuma sementara nanti juga kembali sebagai Vannes.
Di rumah Nadira. Mama dan papanya menyambutku sangat baik. Kamar Nadira dua kali lebih besar dari kamarku lengkap dengan kamar mandi dalam dan televisi. Heran kenapa Nadira mau kabur dari rumah.
Aku menatap ke sekelilingku. Aneh kenapa bulu kudukku selalu berdiri sejak masuk tadi? Baunya juga seperti tak asing tercium olehku. Tapi apa ya?
* * *
“Kamu nggak bisa pulang kesini lagi, ini rumahku!” Nadira mengusirku saat aku minta tukar tempat lagi.
“Nadira siapa kamu sebenarnya? Kenapa rumahmu berubah jadi kuburan?” tanyaku.
“Kita begitu mirip kan? Aku pun telah diusir dari hidupku. Aku sudah mati Vannes tapi bisa bangkit kembali melalui tubuhmu,” jelasnya.
“Apa?” Aku tak mengerti, kenapa bisa seperti ini?
“Nadira kapan kamu datang? Tante senang kamu mau main dengan Vannes. Kasihan, dia suka sendirian di rumah kalo Tante, om dan kak Vira pergi ke pesta teman kerja om. Dia kan, nggak suka pesta.”
Kepalaku pusing mendengar cerita mama.
Nadira segera menopangku sambil berbisik, “Ingat kata-katamu sendiri, Vannes. Waktu itu...”
'Stt, jangan sebut namaku keras-keras, nanti ketahuan. Ingat mulai sekaranfg namaku Nadira dan kamu Vannes, Ok?' bisik Nadira.
“O iya, namaku Nadira. Maaf aku pulang dulu ya Nes!” Aku pamit.
* * *
Tok...tok..tok.
Seorang gadis berwajah pucat berdiri dimuka pintu.
“Permisi kak, Namaku Vannes. Bolehkan aku menumpang di rumah ini?”
“Boleh.”
“Hei, Vannes kamu mirip ya sama Agnes.”
Vannes tersenyum bahagia. 'Aku sudah mendapat rumah.'
* * * *
0 Komentar
Terima kasih telah berkunjung ke Catatan Yustrini. Silakan meninggalkan komentar. Mohon maaf komentar yang masuk akan melewati tahap moderasi terlebih dahulu, spam, iklan dan yang mengandung link hidup akan saya hapus.